Posted by: arfebrina | December 26, 2014

I’m self-publishing a book!

Hai Temans,

Tak terasa sudah di penghujung 2015. Saya mohon maaf kalau saya jarang posting atau teman-teman ada yang pertanyaannya saya tak bisa jawab.

Okay, jadi saya mau promo sedikit, nih. Ceritanya saya ini kan suka menulis cerita, yah. Nah, cerita saya itu kebetulan saya tuangkan di buku, yah. Dan, saya sudah berkali-kali mencoba mengirimkannya ke penerbit major tapi kan ditolak, yah. Padahal kan, buku saya ini hanya teenlit sederhana, yah. Meskipun, memang tidak terlalu konvensional dan tema-nya juga bukan cerita cinta menye-menye yang menjual. Jadi, akhirnya saya memutuskan untuk self-publish!

S.I.S on nulisbuku

Dan, self-publish itu agak-agak berat karena saya sendirilah yang menjadi editornya dan karena mata saya yang bisa dibilang sangat ceroboh, di hasil akhirnya masih ada beberapa typo. Hiks…

Belum lagi saya ini sebenarnya bukan penulis yang bagus-bagus banget. I can’t make a good quote for my book. Saya lebih menekankan ke cerita dan jalinan kisah yang (inginnya) bisa dekat dengan pembaca. ^_^

Meskipun demikian, bisa dibilang saya bangga sama karya kecil saya ini karena saya sendiri sangat suka dengan ceritanya yang terinspirasi dari kejadian yang saya sendiri pernah alami. Makanya, meski ditolak berulang kali, saya ingin karya saya ini dibaca oleh khalayak luas.

Untuk teman-teman sekalian yang bersedia membeli, bisa langsung klik ke nulisbuku.com . Jangan dicari di toko buku besar, ya. Enggak bakal ketemu. Hehehe…

Saya akan sangat berterima kasih jika teman-teman sekalian mau membelinya dan memberikan kritik yang membangun.

Terima kasih semuanya!

Tunggu postingan saya yang aneh-aneh lagi di 2015, ya!

Saya yang sedang belajar menjadi seorang penulis yang baik,

Febi

Posted by: arfebrina | September 15, 2014

My Other Blog

Hi, temans!

Okay, so, I just want to tell that I like to make a story hence I publish an online novel

Yaaaay!!

Jangan bayangkan saya seorang penulis yang baik yang bisa membuat anda sekalian tersedu sekaligus tertawa terbahak. Saya hanya penulis amatir, a shitty writer if I may say, tapi saya suka menulis dan membuat cerita. Ini sudah lama jadi hobi saya tapi saya hanya menyimpannya untuk diri saya sendiri meski saya terus melakukannya.

Jadi, akhirnya saya putuskan untuk sedikit berbagi tulisan saya kepada anda sekalian di alamat blog berikut ini:

http://themerchantsofdeath.blogspot.com/

Cerita yang dimuat di blog ini bukan cerita romantis melodrama yang ringan seperti umumnya online novel, sih. Bisa dibilang ceritanya sedikit tidak konvensional dan cenderung disturbing. Penasaran? Just click the link as above!

Your new adventure just one click away!!

Enjoy!

Febi

Posted by: arfebrina | September 8, 2014

Absurdness of Distance

HeiHooo!!

Well, yeah, finally I write something again since April. And, it’s also a quick post.

Hehehe…

Kali ini saya akan membicarakan tentang betapa absurdnya perkiraan jarak yang ada di pikiran penduduk setempat kota-kota di China. Sebelumnya hal ini sudah pernah saya ungkit sedikit di postingan saya tentang Jalan Payung. Tetapi, setelah dipikir-pikir saya cukup sering ketipu soal perkiraan jarak dan waktu selama di negeri tirai bambu itu. Jadi, untuk yang mau pergi ke sana tanpa ikut tur atau backpacking, mungkin ini bisa memberikan kalian semua gambaran kalau di China itu tidak semuanya pasti.

Oke, kalau di Jakarta kita biasa dengan kemacetan yang membuat kita sulit untuk memprediksi waktu, kan. Nah, kalau di China, tanpa kemacetan pun waktu tiba di tujuan sangan sulit untuk diprediksi.

Waktu itu saya pergi berkelana mendaki gunung lewati lembah (beneran loh ini, bukan niru-niru Ninja Hattori) ke Xi’an – iyah, yang saya sakit2an naik kereta itu. Waktu itu saya dan rombongan menaiki kereta dari kota untuk mendaki gunung Hua Shan. Nah, waktu beli tiket kita tanya donk ke penjualnya berapa lama waktu tempuh untuk sampai ke Hua Shan. Penjual tiketnya dengan yakin bilang waktunya hanya 20 menit, kita bahkan tanya berkali-kali untuk meyakinkan diri kalau dia enggak bohong. Dan, ternyata, firasat kami kalau tu penjual tiket bohong soal waktu tempuh kejadian juga. Yaps, ternyata waktu tempuhnya adalah satu setengah jam!! Padahal keretanya non-stop!! Aiissshh…

Waktu pulang dari Hua Shan ke kota-pun, kami bernasib sama. Karena stasiun kereta agak jauh, kali ini kami memilih naik bis. Sekali lagi kami bertanya kepada driver bus-nya, berapa lama waktu tempuh-nya. Driver bus itu menjawab yakin hanya dibutuhkan satu jam untuk kembali ke kota. Well, lagi-lagi kami dibohongi, karena ternyata membutuhkan waktu 2 jam untuk sampai ke kota padahal waktu itu gak macet sama sekali!! Dan, bahkan itu masih jauh dari penginapan kami!! Hadeeeh… 

Okay, that was my trip with train. Kejadian ini bahkan terjadi untuk walking distance. 

Jadi ceritanya saya baru datang ke Beijing dan hendak menghadiri buka puasa bersama di kedutaan. Sesampainya di stasiun subway Dong Zhimen saya bertanya kepada satpam berapa jauh jika berjalan dari stasiun itu ke KBRI, si satpam dengan yakinnya menjawab hanya 200 meter, jadi cuma berjalan kira-kira 10 – 15 menit. Dan, saya berjalan di tengah hujan, berjalan, berjalan, terus berjalan, tapi enggak nyampe-nyampe!! Entah berapa jauh, tapi kami harus berjalan lebih dari satu jam sebelum akhirnya sampai di KBRI!! K*****t emang tu satpam!! 

Dan, pengalaman terakhir yang saya ingat adalah ketika kami bermaksud ke Bell Tower di Xi’an. Sebelum pergi, kami bertanya dengan resepsionis Hotel di mana letak Bell Tower tersebut. Dan, lagi-lagi dengan sangat yakin seperti pejuang ’45, dia bilang sangat dekat dan kami hanya perlu berjalan. Dia bahkan menggambarkan peta sederhana, yang hanya terdiri dari garis lurus dan satu belokan, untuk memberi petunjuk kepada kami. Sudah bisa anda sekalian tebak, kami berjalan, bertanya, berjalan, bertanya, tapi tetap enggak sampe-sampe!! Ini apa-apaan, sih!! Akhirnya, setelah jalan di tengah terik matahari, makan segala jajanan tradisional Xi’an yang ada di tepi jalan, kami sampai juga di Bell Tower. Meskipun kami enggak jadi masuk karena waktu-nya mepet dengan jadwal kereta pulang ke Beijing. Hhhhh… -_____-

Begitulah pengalaman saya dengan ke-absurd-an penduduk China dalam memperkirakan jarak. Mungkin dalam pikiran mereka, jalan-jalan yang jauh itu dekat dan waktu tempuh itu semuanya hanya sekitaran 20 menit – mungkin karena jam-nya palsu, yah… ooops… 

Jadi, buat temans sekalian yang mau travel ke China, pesan saya, sih hati-hati dengan pengaturan waktu dan jarak tempuh. Apabila bertanya dengan penduduk setempat atau penjual tiket, kalikan saja jarak atau waktu yang mereka berikan dengan 10. Maka kalian sudah bersiap untuk kemungkinan terburuk… Buahahaha…

Yang kangen dengan jajanan di Muslim Street Xi’an

Febi

Posted by: arfebrina | April 1, 2014

The Grey Beijing

Heiho, Temans!!

I know that I haven’t posted anything these recent months, but this will be a very quick post.

Jadi, teman saya baru saja kembali dari Beijing dan dia bilang tingkat polusi di Beijing sudah mencapai tingkat yang tidak wajar. Semua orang pakai masker kemana-mana dan udara sangat-sangat berkabut jika tidak mau dibilang berasap. Sekarang sudah bulan April, yang artinya sudah memasuki musim semi, tapi melihat keadaan Beijing yang sekarang saya ragu bunga-bunga akan bermekaran.

Kilas balik ke tahun 2008-2010, Beijing juga sudah terkenal dengan polusinya ketika saya di sana, terutama ketika musim dingin. Langit selalu berwarna kelabu dan asap membumbung di mana-mana. Asap tersebut mungkin dikarenakan pembakaran untuk sistem pemanas selama musim dingin tersebut, jadi pertama-tama masih bisa dimaklumi. Tetapi, ketika bahkan pada musim semi dan panas langit Beijing bahkan tidak memiliki awan, saya jadi berpikir apa sebenarnya yang sedang terjadi dengan kota ini. Langit kelabu, udara yang kering dan bahkan suhu udara yang tidak wajar ketika musim panas.

Penduduk lokal jika ditanya tentang langit Beijing yang kelabu hanya menjawab bahwa itu karena polusi, tapi mereka menolak menjelaskan polusi apa yang dimaksud. Padahal sepengetahuan saya, tidak ada pabrik di Beijing dan kendaraan di Beijing juga sedikit karena ada sistem ganjil genap. Kebanyakkan penduduk juga mengendari sepeda dan subway yang jelas-jelas tidak berpolusi. Jadi, ada apa dengan Beijing?

Yah, apapun penyebab kabut kelabu di Beijing, ini jelas-jelas berbahaya bagi manusia dan lingkungan. Mungkin ini bisa jadi pembelajaran untuk penduduk Indonesia, terutama Jakarta dan Riau (yang akhir-akhir ini mengalami hal yang hampir sama). Negara ini milik kita dan oleh karena itu lingkungannya juga perlu kita jaga.

Yang hari ini pakai masker karena pilek,

Febi

Posted by: arfebrina | January 10, 2014

Disturbing Experience Series – Nasty Snowy

my name on the snowHeiHo Temans,

Mumpung sekarang bulan Januari dan suhu di negara-negara 4 musim sedang dingin-dinginnya (iya, kecuali Australia maksudnya), saya akan menceritakan pengalaman saya di Beijing, China ketika salju turun.

Seperti pada umumnya, ketika salju turun semua tampak indah. Apalagi melihat tanah lapang, jalanan dan pohon-pohon yang terselimuti salju putih itu. Ditambah kita bisa bersenang-senang dengan main perang bola salju, bikin boneka salju dan tidur-tiduran di atasnya. Seperti itu jugalah ketika turun salju di Beijing.

Tahun pertama saya merasakan salju di Beijing adalah pada awal tahun 2009, saat itu salju yang turun hanya bagaikan titik-titik putih kecil. Saya sebagai penghuni negara tropis pada umumnya langsung norak dengan berlari-larian di bawah salju. Muter-muter, joget-joget sementara bule-bule itu melihat saya dan yang lainnya dengan tatapan aneh. Saya yakin bule-bule itu enggak akan ajak saya main ski karena tau saya akan mengubur badan saya dengan semua salju itu.

abaikan bule itu ya... dia abis ngelempar saya ituh

abaikan bule itu ya… dia abis ngelempar saya ituh

 

Kata orang, sejak jaman dahulu kala, Beijing jarang turun salju. Jadi ketika sepanjang musim dingin 2009 dan musim dingin 2010 Beijing mulai diguyur hujan salju tentu saja timbul kecurigaan bahwa salju-salju itu adalah salju buatan yang ditembakkan oleh pemerintah. Lagipula, apa sih yang mustahil di negara asal panda raksasa itu?

boneka salju yang saya buat berempat sama teman saya selama 3 jam

boneka salju yang saya buat berempat sama teman saya selama 3 jam

 

Ya, musim dingin 2009 dan 2010, Beijing sering kejatuhan hujan salju. Pertama-tamanya saya masih norak. Begitu salju turun langsung keluar asrama, lari-larian di atas salju, bikin boneka salju dan bola salju raksasa seperti yang ada di foto profil saya. Dan, tentunya foto-foto dengan berbagai macam pose.

 

ceritanya mau bikin angel wings kayak di drama korea

ceritanya mau bikin angel wings kayak di drama korea

 

 

 

 

 

Namun semakin seringnya turun salju, membuat lama-kelamaan salju tidak terasa istimewa lagi. Lebih-lebih saya masih harus pergi kuliah dengan menerjang salju pakai sepeda. Kalau di Jakarta, hujan adalah penyebab malas kemana-mana yang utama, kalau di sana pas turun salju kita juga malas kemana-mana karena repot. Sebagai orang negara tropis yang terbiasa pake kaos dan celana pendek, kalau udah turun salju remponknya minta ampun. Dengan suhu yang terkadang mencapai -17 drajat celcius, kita harus pake long john, swater, parka, penutup telinga, sarung tangan dan sepatu boots. Gimana enggak bikin malas keluar dan lebih memilih untuk berkubang di dalam selimut?

 

 

Dan, yang lebih bikin malas dari itu adalah aftermath-nya. Ketika salju mencair, jangan harap pemandangan es-es yang menetes-netes indah bagaikan film-film Eropa, salju mencair berarti udara akan semakin dingin dan jalanan akan sangat licin. Pluuuusss… bercampur oli dan lumpur sehingga warna putih itu akan menjadi abu-abu bahkan hitam dan becek. Oh, becek-nya juga bukan becek ala Cinta Laura, tapi becek yang bahkan membuat kita malas melihatnya. Sudah, enggak usah dibayangkan, nanti enggak jadi makan.

Saya tidak tahu bagaimana dengan pengalaman bersalju di negara lain, tapi di negara Tembok Raksasa ini, pengalaman bersalju bagaikan main game fighting, pertama-tama menyenangkan tapi lama kelamaan karena terlalu sering main jadi bosan.

Yang meskipun demikian tetep kangen sama salju,

Febi

Older Posts »

Categories